My Writings. My Thoughts.
Wanita itu mencintai hujan
On » Sunday, November 22, 2009 //
In »
Unfinished Project
Engkau akan mengira ia jatuh cinta pada payung.
Spesifiknya, payung berwarna biru, yang ia genggam erat, meski hujan tak mencurahi bumi, atau matahari enggan bersinar terik.
Atau barangkali hanya aku yang berhalusinasi. Barangkali di tangannya memang tiada sesuatu. Atau sesuatu itu bukan payung, melainkan gumpalan perasaan. Sedih, bahagia, kecewa, haru, malu, sepi, takut, berani, gentar, dan sebagainya, bercampur menjadi satu. Berakumulasi, seperti flokulan yang menggenapkan kotoran, lalu terendapkan.
Tapi selalu tak ada ekspresi di wajahnya. Atau barangkali, mimik datar juga ekspresi?
Bahkan ketika matahari terlalu menyilaukan mata, atau klakson terlalu ribut. Semua seperti terserap ke dalam benda kecil di genggamannya. Hilang, lenyap. Tak ada jejaknya di udara.
Hingga hari itu tiba. Hari itu, hujan untuk pertama kalinya menetes.
Mencurah. Menderu. Mendebar.
Seperti detak jantung yang tersirami darah.
Bedanya, darah itu berwarna kelabu. Kelabu yang merekah, merenda, dan merengkuh.
Ia membuka benda itu.
Yang lalu bertransformasi menjadi payung.. aku benar.
Dan dia seperti penari. Penari yang meliukkan tubuhnya tanpa getar dan letar.
Penari yang menarikan hujan, mengalahkan pawang.
Penari yang air matanya barangkali lenyap, bersama hujan, karena ia harus tersenyum di hadapan penontonnya..
Ia berhenti melangkah.
Hujan menudunginya, selayak payung menadah semua gerimis.
Hari itu, aku tahu.
Wanita itu mencintai hujan lebih daripada payungnya.
Spesifiknya, payung berwarna biru, yang ia genggam erat, meski hujan tak mencurahi bumi, atau matahari enggan bersinar terik.
Atau barangkali hanya aku yang berhalusinasi. Barangkali di tangannya memang tiada sesuatu. Atau sesuatu itu bukan payung, melainkan gumpalan perasaan. Sedih, bahagia, kecewa, haru, malu, sepi, takut, berani, gentar, dan sebagainya, bercampur menjadi satu. Berakumulasi, seperti flokulan yang menggenapkan kotoran, lalu terendapkan.
Tapi selalu tak ada ekspresi di wajahnya. Atau barangkali, mimik datar juga ekspresi?
Bahkan ketika matahari terlalu menyilaukan mata, atau klakson terlalu ribut. Semua seperti terserap ke dalam benda kecil di genggamannya. Hilang, lenyap. Tak ada jejaknya di udara.
Hingga hari itu tiba. Hari itu, hujan untuk pertama kalinya menetes.
Mencurah. Menderu. Mendebar.
Seperti detak jantung yang tersirami darah.
Bedanya, darah itu berwarna kelabu. Kelabu yang merekah, merenda, dan merengkuh.
Ia membuka benda itu.
Yang lalu bertransformasi menjadi payung.. aku benar.
Dan dia seperti penari. Penari yang meliukkan tubuhnya tanpa getar dan letar.
Penari yang menarikan hujan, mengalahkan pawang.
Penari yang air matanya barangkali lenyap, bersama hujan, karena ia harus tersenyum di hadapan penontonnya..
Ia berhenti melangkah.
Hujan menudunginya, selayak payung menadah semua gerimis.
Hari itu, aku tahu.
Wanita itu mencintai hujan lebih daripada payungnya.
My videos. Featured videos.
My photos. Now you know me.
most viewed
Browse Flickr
My lifestream. Stay updated with me.
Recent Comments
About Me
- Esdoubleu
- Adalah sepasang sandal jepit yang tinggal sebelah, kumal, berdebu, dengan sedikit noda bekas lumpur di pinggirannya. Sedikit tidak waras, tetapi berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia baik-baik saja, sembari berharap suatu saat nanti, ia akan bertemu dengan sebelah sandal jepitnya yang hilang.
Tags
About Me
(19)
About You
(13)
Feature
(4)
Headline
(1)
Love
(13)
Nothing-ness
(16)
Songs
(2)
Unfinished Project
(35)
My favblog. Feeds from them.
My videos. Featured videos.
Most Viewed
Labels
- About Me (19)
- About You (13)
- Feature (4)
- Headline (1)
- Love (13)
- Nothing-ness (16)
- Songs (2)
- Unfinished Project (35)
No Response to "Wanita itu mencintai hujan"
Post a Comment